Welcome To Blog AL Muges

AL Muges Blog

28 September 2015

Prestasi Akademis Saja Tak Cukup

0 komentar

MENJADI mahasiswa adalah peluang untuk menimba ilmu dan mengukir prestasi. Dalam banyak kesempatan, mahasiswa bisa mengaktualisasikan kemampuannya. Beragam kompetisi dapat diikuti sehingga membuka peluang untuk mengukir prestasi.
Sebagai bagian dari komunitas kampus, mahasiswa tidak lepas dari persoalan bagaimana menyelesaikan setiap SKS yang dibebankan kepadanya, merampungkan skripsi, menyelesaikan studi dengan nilai terbaik dan dalam waktu yang singkat.
Kemampuan mahasiswa menyelesaikan kewajiban akademis yang dibebankan akan diberi nilai sesuai dengan derajat kemampuannya, sehingga dikenal istilah lulusan terbaik, lulusan dengan predikat cum laude dan sebagainya.
Sudah menjadi kebiasaan di setiap perguruan tinggi di mana pun, setiap tahun mengadakan pemilihan mahasiswa teladan/berprestasi. Banyak parameter yang dijadikan sebagai acuan untuk memilih mahasiswa, sehingga dihasilkan seorang mahasiswa terbaik yang berhak menyandang sebagai mahasiswa berprestasi/teladan.
Di antara parameter yang biasa dijadikan acuan dalam seleksi adalah mencakup prestasi akademis, yang dibuktikan dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), prestasi di luar kampus, dan sebagai pelengkap adalah keaktifan organisasi, kemampuan berbahasa asing dan lainnya.
Namun, pertanyaannya adalah apakah parameter mahasiswa berprestasi di atas sudah cukup ideal untuk mengantarkan seorang mahasiswa sekaligus menyandang sebagai mahasiswa teladan? Mestinya ada konsensus awal, apakah seorang yang menyandang sebagai mahasiswa berprestasi itu otomatis juga sebagai mahasiswa teladan, karena dua hal ini tidak bisa disamakan. Apalagi jika kita lihat kenyataan yang ada di lapangan, tidak semua mahasiswa yang mungkin dianggap cukup berprestasi dapat sekaligus memberikan teladan kepada mahasiswa lain.
Mahasiswa teladan adalah mahasiswa yang di samping memiliki prestasi akademik bagus juga layak dijadikan contoh, seorang yang mampu memotivasi teman dan orang disekitarnya, menjadi inspirasi bagi mahasiswa lain untuk bisa memperoleh yang terbaik.
Dan hal semacam ini akan sangat terbuka untuk dilakukan jika seorang mahasiswa juga terlibat dalam kehidupan kampus dan melepaskan diri dari sempitnya intelektual mahasiswa murni - yang mungkin lebih sibuk dan puas dengan dunia intelektualisme mereka sendiri.
Mahasiswa harus berani keluar dari kungkungan minat intelektual yang sempit - sekadar mengikuti proses kuliah yang terasa sangat abstrak- lalu memberikan perhatian dan kepedulian yang besar terhadap masalah publik, menjadi pembawa suara moral dan etis bagi lingkungannya. Persoalannya, apakah hal semacam ini dapat dilakukan oleh mahasiswa yang hanya mengandalkan prestasi akademik semata?
Pada keadaan tertentu yang ekstrem, bahkan kita menemukan sebagian mahasiswa dengan prestasi akademik bagus, namun sangat study oriented. Mahasiswa seperti ini, biasanya berpandangan pragmatis, cuek, menganggap orang lain tidak penting, sehingga seluruh waktunya tersita untuk belajar sendiri, mengambil berbagai kursus, mengikuti banyak lomba dan lainnya yang terkait dengan kepentingan pribadinya. Dapat dibayangkan, segala macam prestasi akademik yang ia peroleh tidak memberikan kontribusi apa-apa bagi mahasiswa lain.
Sejenak kita menatap ke belakang, merefleksikan seputar aktivitas mahasiswa dalam lingkungan kampus. Tidak bisa dielakkan kita akan mendapati keadaan yang masih jauh dari bayangan sebuah bangunan kultural dinamis yang mestinya menjadi gejala khas sebuah komunitas dalam lingkungan kampus.
Bangunan yang sangat sederhana tersebut semakin hening yang diindikasikan dengan lemahnya respons intelektual maupun aktivitas sosial mahasiswa. Padahal, sebagai pertanda hidupnya nadi komunitas kampus, respons adalah syarat minimal.
Sepertinya, masing-masing individu atau kelompok mahasiswa berjalan sendiri tanpa menyadari kebersamaannya dengan yang lain, atau masih rendahnya kesadaran kolektif hingga belum muncul adanya keinginan, kesadaran dan kepentingan bersama, kecuali oleh kelompok yang sangat terbatas. Inilah kiranya yang membuat komunitas kampus menjadi sangat lemah dan aktivitas intelektual mahasiswa pun lumpuh tak lagi menunjukkan kemuliaan sebuah ilmu.
Dengan gambaran di atas dapat dipahami bahwa ternyata sekadar prestasi akademik saja belum cukup. Sederet mahasiswa dengan segudang presetasi dan IP tinggi tidak menjadi jaminan bahwa aktivitas intelektual mahasiswa dapat berjalan semestinya.
 

Welcome To Blog AL Muges Design by Insight © 2009